Depresi pasca menikah? Kedengarannya aneh ya. Umumnya wanita ketika baru menyandang status sebagai seorang istri akan merasa sangat bahagia dan semakin bersemangat dalam menjalani hidup, bukan malah sebaliknya.
Namun apa yang terjadi dengan saya? Mengapa tiba-tiba saya merasa begitu hampa dan seperti kehilangan gairah dalam menjalani hidup? Seolah menikah adalah tujuan akhir hidup saya dan setelahnya saya tidak ingin apa-apa lagi.
Ah, bukannya saya tidak bahagia dengan pernikahan ini. Menikah sebelum usia mencapai seperempat abad adalah mimpi terbesar saya. Mimpi itu akhirnya Allah wujudkan di saat saya mulai pasrah.
Saat itu, hanya tersisa enam bulan sebelum usia saya menginjak 25 tahun namun sang jodoh tak kunjung nampak hilalnya.
Dalam jangka waktu tersebut, rasanya sungguh mustahil bisa menggenapi separuh dien sesuai target usia yang saya inginkan. Calon saja belum punya, belum lagi dengan persiapan pernikahan. Semua itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kan?
Namun bagi Allah, apa sih yang tidak mungkin? Kun Faya Kun. Jodoh yang tak pernah disangka tetiba muncul, langsung menyatakan niat baiknya.
Hanya 2 bulan kami berproses, diawali dengan ta’aruf lanjut khitbah kemudian cuma butuh waktu satu bulan untuk mempersiapkan walimah sebelum akhirnya kami SAH sebagai pasangan suami istri.
Proses yang begitu singkat. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Dan yah, memang itu adalah mimpi terbesar saya yang menjelma nyata. Menikah dengan lelaki pilihan Allah sebelum usia saya menyentuh angka 25.
Jadi, bagaimana mungkin saya tidak bersyukur, apalagi merasa tidak bahagia? Saya bahagia kok, saya bersyukur. Hanya saja, mengapa setelah mimpi itu terwujud hidup tidak lagi semenyenangkan yang saya kira.
Tentang Depresi Pasca Menikah (Postnuptial Depression)
Mungkin kedengarannya berlebihan ketika saya mengatakan bahwa saya mengalami depresi di bulan-bulan pertama setelah pernikahan. Barangkali itu hanya asumsi saya sendiri berdasarkan apa yang saya alami saat masih menjadi pengantin baru.
Setiap pagi saya terbangun dalam keadaan hampa. Tidak punya gairah hidup. Seperti tidak ada hal menyenangkan lagi yang bisa saya lakukan.
Apalagi setelah menikah saya memutuskan resign dari sekolah tempat saya mengajar. Sejak saat itu saya tidak punya aktivitas lain selain mengurus dan melayani suami.
Mana lebih banyak waktu yang saya lewati sendiri karena pagi-pagi suami harus berangkat kerja dan baru pulang ke rumah ketika matahari sudah terbenam. Pas weekend saja dia baru bisa menemani saya seharian.
Selain itu, tidak mudah juga bagi perempuan introvert seperti saya beradaptasi di lingkungan baru. Alhasil saya hanya tinggal di rumah dengan aktivitas yang itu-itu saja.
Membosankan? Iya.
Anehnya saya malah lebih merasa nyaman tinggal di rumah termasuk saat weekend. Padahal setiap libur kerja suami selalu mengajak saya jalan-jalan.
Alih-alih menyambut ajakannya dengan gembira, saya justru sering menolak. Atau kalau berhasil dia bujuk, paling kami hanya sebentar di luar.
Ya, mana bisa berlama-lama kalau baru sampai di tempat tujuan saya sudah minta pulang. Entah kenapa saat itu saya selalu merasa gelisah, keringat dingin bahkan nyaris menangis setiap berada di luar rumah.
Suami mengira mungkin karena lingkungan baru atau karena istrinya yang terlalu introvert. Perkiraannya jelas keliru karena saya baru mengalami kondisi seperti itu setelah hidup seatap dengannya.
Di hadapan suami, keluarga atau kerabat, mungkin saya terlihat baik-baik saja, namun saya jelas merasakan kondisi jiwa saya sedang tidak baik.
Entah bagaimana menjelaskan kehampaan yang saya rasakan. Kehilangan gairah hidup sungguh membuat saya tidak bersemangat menjalani hari.
Sekalipun saya sudah berusaha mencari hal menarik atau menyenangkan yang bisa membuat saya kembali bergairah.
You know what, orang kalau kehilangan gairah hidup, mau lo ajak jalan-jalan keliling dunia, dinner di restoran mewah, mengunjungi tempat-tempat indah atau apa pun itu sama sekali tidak akan membuatnya tertarik.
Kurang lebih seperti itu yang saya alami. Hidup saya seperti berada di titik terjenuhnya. Sampai-sampai saya berpikir kalau saat itu Tuhan mengambil nyawa saya maka tidak masalah. Impian terbesar saya sudah terwujud, saya tidak ingin apa-apa lagi. Sudah. Cukup!
Dengan kondisi demikian, bagaimana bisa saya merasa diri saya baik-baik saja? Jika bukan depresi, lantas apa namanya?
Belakangan, setelah hidup saya kembali normal saya baru tahu bahwa ternyata perempuan memang bisa mengalami depresi setelah hari pernikahannya.
Kondisi demikian dinamakan post wedding blues syndrom atau postnuptial depression. Menurut Hallo Sehat, postnuptial depression adalah sebuah sindrom dimana pengantin baru cenderung merasakan kesedihan, bahkan depresi di hari-hari setelah pernikahan.
Dilansir dari laman Orami, Laura Stafford, profesor dan direktur Bowling Green State University’s School of Media and Communication beserta Allison Scott Gordon, asisten profesor di University of Kentucky bagian departemen komunikasi, melakukan dua studi tentang depresi pada pengantin baru wanita.
Dalam studi tersebut, mereka yang melibatkan 28 wanita pada tahun 2016, hampir setengah partisipan mengalami depresi pasca pernikahan, dan beberapa partisipan dilaporkan menderita depresi secara klinis. Dalam studi pada 2018, 12 persen dari 152 wanita dilaporkan depresi setelah mereka menikah.
Tahu tidak apa penyebabnya? Ternyata, salah satu faktor pemicu depresi pasca pernikahan adalah cara pandang.
Saat pengantin baru pada umumnya memandang pernikahan sebagai lembar baru dalam kehidupannya, saya justru menganggap pernikahan adalah akhir dari tujuan hidup saya. Alhasil, saya hanya bisa melihat masa depan dengan tatapan kosong.
Menurut Orami, wanita yang menganggap pernikahan sebagai tujuan besar atau menjadikannya sebagai zona melarikan diri, tak heran bila sampai mengalami depresi pasca pernikahan.
Penyebab lainnya bisa dipicu dari persiapan pernikahan itu sendiri, yang tentu prosesnya tidak hanya menguras tenaga melainkan juga pikiran.
Terlebih jika kita memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap sebuah pernikahan akan tetapi kenyataan yang kita hadapi tak seindah yang dibayangkan.
Bangkit dari Depresi Pasca Menikah dengan Mulai Ngeblog
Hampir setengah tahun saya menjalani hidup dalam kehampaan. Tentu saja saya tidak bisa membiarkan diri saya terpuruk semakin dalam. Saya harus keluar dari penjara depresi ini.
Tapi bagaimana caranya? Bagaimana agar saya bisa semangat lagi menjalani hari-hari ke depannya? Apa yang harus saya lakukan?
Menulis. Iya, saya harus kembali menulis di blog.
Saya pernah baca bahwa menulis bisa menjadi salah satu self healing terbaik. Pun teringat bahwa dulu, ketika masih duduk di bangku kuliah saya suka .
Sayangnya setelah pulang ke kampung kelahiran dengan membawa gelar sarjana, saya mulai hiatus ngeblog.
Blog personal saya sudah lama tidak terjamah. Saya ingin menghidupkannya lagi. Barangkali dengan aktif menulis di blog gairah hidup saya juga akan kembali.
Sebagai langkah awal, saya mulai membenahi blog. Membuang semua postingan jadul yang isinya hanya curcol unfaedah. Lalu mulai mengisi blog dengan tulisan ringan seputar kehidupan saya setelah menjadi seorang istri.
Selain itu saya juga menelusuri media sosial khususnya facebook untuk mencari tahu komunitas blogger mana yang masih eksis.
Sebelum hiatus ngeblog saya memang sempat bergabung di beberapa komunitas blogger namun ternyata rata-rata komunitas yang saya masuki dulu sudah vakum bahkan ada yang lenyap begitu saja.
Akhirnya saya berinisiatif mencari komunitas baru. Bersyukur saya bisa dengan mudah menemukan beberapa komunitas blogger yang memberdayakan para perempuan. Salah satunya adalah Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN).
Saat bergabung dengan komunitas blogger inilah saya baru tahu kalau ternyata aktivitas menulis di blog yang dulunya saya tekuni sebatas hobi kini telah menjadi sebuah pekerjaan yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Wah, siapa sih yang tidak tertarik menekuni hobi yang berbayar? Walau bukan sebagai tujuan utama namun setidaknya peluang yang didapatkan dari ngeblog itu juga cukup memotivasi dan membuat saya semakin mantap untuk bergelut kembali di dunia blog.
Nah, semenjak aktif ngeblog plus bertemu dengan ibu-ibu yang memiliki hobi yang sama dengan saya di komunitas, perlahan namun pasti, gairah hidup saya yang sempat padam akhirnya menyala.
Kalau sebelumnya saya selalu terbangun tanpa ada hal menarik yang bisa saya lakukan, setelah kembali ngeblog sungguh semangat saya begitu membara.
Bahkan di malam harinya saya sudah memikirkan mau nulis apa lagi nanti pun tidak sabar menanti hari esok tiba untuk ngeblog. Maa syaa Allaah.
Meraih Peluang Ngeblog bersama IIDN
Kini, lima tahun sudah saya menjadikan blogger sebagai pekerjaan sampingan. Dari yang tadinya ngeblog nggak dapat apa-apa, alhamdulillaah, kini sudah bisa punya tabungan sendiri dari hasil ngeblog.
Dari yang mulanya masih menggunakan domain dengan embel-embel blogspot hingga beralih ke blog dengan Top Level Domain (TLD)
Dari yang tadinya sudah merasa puas dengan 1 blog kini mengelola lebih dari 5 blog. Dari yang sebelumnya betah ngeblog gratisan di platform blogger kini sudah memiliki dua blog di WordPress Self Hosting.
Perjalanan yang saya lalui agar bisa menjadi blogger seperti sekarang tentu melewati proses yang tidak mudah. Pun tidak terlepas dari peran komunitas perempuan seperti IIDN.
Saya merasa sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari Ibu-Ibu Doyan Nulis. Senangnya berada di komunitas ini karena penghuninya bukan hanya dari kalangan penulis melainkan juga blogger.
Bahkan tidak sedikit anggotanya yang mengawali karir sebagai penulis namun setelah bergabung juga terjun ke dunia blogger. Pun sebaliknya, sudah banyak blogger anggota IIDN yang menjadi penulis alias bisa menelurkan karya tulisan dalam bentuk buku solo maupun antologi.
Ya, IIDN merupakan tempat berkumpulnya ibu-ibu yang doyan nulis, baik yang suka nulis naskah maupun nulis blog. IIDN memberdayakan keduanya. Inilah salah satu keunikan sekaligus keunggulan yang dimiliki komunitas yang didirikan oleh Indari Mastuti ini.
Saya banyak belajar dari komunitas IIDN. Terima kasih IIDN, telah menemani perjalanan ngeblog saya sejauh ini.
4 pemikiran pada “Bangkit dari Depresi Pasca Menikah dan Meraih Peluang Ngeblog bersama IIDN”